05 October 2008

Derita Bocah Terbuang, Ayah di Tahanan, Tak Betah dengan Ibu Tiri


Indo Pos (jawapos group) Senin, 31 Maret 2008

Tanpa Pesta Ultah, Ingin Hadiah Bertemu Papa
Kehidupan kakak beradik Berto dan Lena (nama samaran) berubah drastis ketika ayahnya bermasalah dengan hukum kemudian ditahan. Nahasnya, di rumah hanya ada ibu tiri yang kurang bersahabat. Mereka pun meninggalkan rumah dan kini ditampung di sebuah gereja.


ALUNAN lagu rokhani terdengar hidmad dari dalam gereja. Kamis (27/3) malam itu, jemaat Gereja Pantekosta Immanuel Shekinah Glory, di kawasan Kebraon, sedang berlatih paduan suara.

Di teras belakang, beberapa orang duduk termenung atau berbincang. Selain beberapa pengurus gereja, disitu juga tinggal sekitar delapan orang yang mengalami gangguan mental. Dua bocah, pria dan wanita, tampak asyik bermain dengan anjing di halaman yang cukup luas itu. Mereka Berto dan Lena.

"Oma Lanny datang..," teriak Lena sambil berlari menuju pintu pagar. Tangannya yang mungil mencoba meraih selot pintu. Namun, pintu besi itu terlalu berat baginya sehingga bergeming. Pintu baru berhasil digeser ketika seorang pengurus gereja datang.

Pintu terbuka, Lena menyambut Lanny dengan ciuman dan jabat tangan penuh santun. Berto pun melakukan hal yang sama. "Tanggal dua (April, Red) nanti aku ulang tahun," ucap Lena pada Lanny dengan mata berbinar.

Lanny Chandra adalah pimpinan Pelayanan Pelita Kasih Jatim. Sebelum ditampung di gereja tersebut, kedua bocah itu pernah tinggal di rumah Lanny.

Kedatangan wanita tersebut, selain menjenguk, juga mengantar baju serta uang dari ayahnya. Masing-masing dapat Rp 10 ribu. "Uangku Rp 10 ribu yang dulu masih ada," kata Lena polos.

Gadis sembilan tahun itu selalu ingat ulang tahunnya. Sebab, setiap ulang tahun pasti dirayakan. "Ada kue tar dan ngundang teman-teman ke rumah," katanya. Ayahnya, pun selalu memberinya hadiah. "Sekarang saya hanya ingin hadiah bertemu papa saja," katanya lirih. "Saya ingin mencium dan memeluk papa," lanjutnya. Lena merasa ulang tahunnya yang kesembilan Rabu nanti tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.

Derita Berto dan Lena dimulai 31 Januari lalu. Ayahnya, pengusaha, sebut saja namanya Toni, dituduh melakukan penggelapan dan ditahan di Rutan Medaeng. Terpaksa keduanya tinggal bersama ibu tiri yang punya anak berusia empat tahun.

Dua minggu setelah Toni ditahan, Berto meninggalkan rumah karena konflik dengan ibu tirinya. "Motor pemberian papa dia jual tanpa izin saya," katanya. Alasannya, uang penjualan motor itu untuk biaya urusan ayahnya di Medaeng.

Tak punya gantungan hidup, Bocah 14 tahun itu mencoba bekerja. "Saya kerja di tempat game. Upahnya Rp 100 ribu per minggu," katanya. Pemilik tempat permainan itu juga berbaik hati memperbolehkan Berto tinggal disitu. "Saya tidur di kursi penjagaan karena kerjanya sampai malam," kata bocah berambut jabrik itu.

Hidup Berto dan Lena memang berubah. Sekolahnya tak terurus. "Dua bulan sekolah saya tak dibayar, saya dikeluarkan," kata Berto. Padahal, dia dan adiknya belajar di sekolah-sekolah swasta favorit.

Pada 12 Maret lalu, Lena menyusul Berto keluar dari rumah orang tuanya di Wiyung. "Dia diantar orang kepercayaan ayahnya ke rumah saya," kata Lenny Chandra. Kemudian, Lenny menjemput Berto, disatukan dengan Lena di rumahnya. Sebelumnya, Toni memang minta tolong pada Lenny agar mengurus anaknya. "Waktu itu saya memberi pelayanan di Medaeng, bertemu Toni," kata Lenny.

Sekitar dua minggu di rumah Lenny, keduanya dipindah ke gereja tersebut. "Saya betah disini. Enak, koko dan cece-nya baik-baik. Saya juga diberi baju bekas untuk ganti," kata Lena. "Saya tidur dengan Cece Eythi (Junethyti, Red) di lantai atas," lanjutnya.

Selama dua bulan berpisah, bocah-bocah itu tiga kali bertemu ayahnya di Medaeng. "Saya kangen sekali dengan papa," kata gadis cilik berkulit kuning itu. Perasaan itu sering diungkapkan pada orang-orang di gereja. Untuk menghibur diri, mereka sering bermain-main dengan Momo dan Siro, dua anjing lucu milik gereja.

Ayahnya memang orang paling dekat dengan kedua anak itu. "Kalau mama kandungku sudah meninggal," kata Lena. Tapi, keduanya tidak tahu kapan ibu kandungnya berpulang. Sebab, keduanya sudah lama berpisah dengan ibu kandungnya, sekitar lima tahun lalu. "Saya sudah lupa wajah Mama," kata Lena.

Berto menimpali, ibu kandungnya meninggal karena sakit. Kapan tepatnya dia tidak tahu. Yang dia dengar, ibunya wafat tak lama setelah papanya ditangkap. "Saya mendengar itu lima hari setelah papa ditangkap," katanya. Dia juga tidak melayat karena tidak tahu dimana ibunya meninggal.

Ibu kandungnya memang meninggalkan mereka ketika bocah-bocah itu masih sangat kecil, Lena berusia tiga tahun dan Berto delapan tahun. "Dia (ibu kedua bocah itu, Red.) marah karena Toni punya istri lagi, ya ibu tiri mereka itu," tutur Lenny. Karena itu, Berto dan Lena pun dibawa ke tempat tinggal Toni dengan istri mudanya tersebut. "Sebelum dengan ibu kedua anak itu, Toni juga sudah punya istri," kata Lenny.

Berto dan Lena sudah berada di tangan yang benar. Kini, keinginan mereka bisa kembali sekolah. Mereka tahu, itu bukan hal mudah, utamanya menyangkut biaya. "Papa tak mungkin lagi membiayai sekolah kami," kata Berto.

Selain itu, keduanya juga ingin penglihatannya kembali normal. Paling tidak, punya kacamata untuk membantu matanya yang minus. "Waktu kelas enam dulu dua mata saya dinyatakan minus setengah. Sekarang tidak tahu minus berapa," kata Berto yang waktu putus sekolah kelas I SMP.

Yang jelas, dia tidak bisa membaca angka kalender dinding dalam jarak satu meter. Lena lebih parah lagi. Gadis cilik itu mengaku mata kirinya masih bisa melihat dalam jarak agak jauh. Tapi, mata kanan hampir tidak berfungsi. "Kalau ditutup begini tidak bisa baca. Harus dekat sekali," kata Lena yang menutup mata kirinya sambil membaca koran.

Pendeta Alce Anneke Wantalangi, pimpinan gereja kaget ketika tahu dua anak barunya itu mengalami gangguan penglihatan. "Saya baru tahu bahwa mata mereka sakit," katanya. "Memang, Lena kalau nonton TV dekat sekali," sambungnya sambil mengusap lembut rambut gadis mungil itu. "Mudah-mudahan nanti ada donatur yang mau membantu biaya sekolah dan biaya beli kacamata mereka," harap Anneke.

Wanita 43 tahun itu bertekad, tahun ajaran nanti kedua mutiaranya itu harus sekolah. Dia berharap cita-cita dua bocah itu terwujud kelak. "Saya ingin jadi pendeta," kata Lena ketika ditanya cita-citanya. (cfu)

No comments:

Post a Comment

Tulis komentar anda disini: